HIBAH DALAM ISLAM
A. Pengertian Hibah
a) Kata hibah berasal dari bahasa Arab yang
sudah diadopsi menjadi bahasa Indonesia.
Kata ini merupakan mashdar dari kata وهب yang berarti pemberian.
Salah satu pemberian / العطية adalah al hibah, secara bahasa dari hubbub
al rih yaitu
مروره لمررها من إلى اخرى
“ Perlewatannya untuk melewatkannya dari
tangan kepada yang lain”.
Ada pula yang berpendapat bahwa al hibah
diambil dari haba yang berarti Istaiqazha ( bangun ) yaitu sesuai dengan
kalimat
هب من مو مه
“ Terbangun dari tidurnya”.
Al-hibah diartikan
Istiqazha karena
لان فا علها استيقظ للإ حسان
“ Perilaku hibah bangkit untuk berbuat kebaikan setelah ia lupa akan
kebaikan”.
b) Menurut istilah ( terminologi )
yang dimaksud dengan al-hibah ialah
تمليك تطوع فى حياة
“ Pemilikan yang sunnat ketika hidup”.
تمليك منجز مطلق فى عين حال الحياة بلا عوض ولو
من الاعلى
“ Pemilikan yang munjiz (selesai) dan
muthlak pada sesuatu benda ketika hidup tanpa penggantian meskipun dari yang
lebih tinggi”.
Dapat disimpulkan bahwa
hibah berarti memberikan sesuatu dengan tidak mengharapkan imbalan dan tanpa
ada sebab-sebab tertentu. Mudahnya, jika anda memberikan sesuatu untuk orang
lain dengan ikhlas, maka anda dapat dikatakan telah berhibah. Karena hibah
merupakan salah satu bentuk pemindahan hak milik. Hokum amalan tersebut adalah
sunnah. Tentunya, sepanjang dilakukan dengan cara yang baik dan dengan tujuan
semata-mata mencari keridhoan dari Allah.
Suatu catatan lain yang
perlu diketahui ialah bahwa hibah itu mesti dilakukan oleh pemilik harta
(pemberi harta) kepada pihak pertama dikala ia masih hidup. Jadi, transaksi
hibah bersifat tunai dan langsung serta tidak boleh dilakukan atau disyaratkan
bahwa perpindahan itu berlaku setelah pemberi hibah meninggal dunia.
B. Macam - macam Hibah
Bermacam-macam
sebutan pemberian disebabkan oleh perbedaan niat (motivasi) orang-orang yang
menyerahkan benda. Macam-macam hibah adalah sebagai berikut.
a.
Al-Hibah, yakni pemberian sesuatu kepada yang lain untuk dimiliki zatnya
tanpa mengharapkan penggantian (balasan) atau dijelaskan oleh Imam Taqiy al-Din
Abi Bakr Ibnu Muhammad al-Husaini dalam kitab Kifayat al-Akhyar bahwa al-Hibah
ialah :
التمليك بغير عوض
“Pemilik tanpa penggantian.”
b.
Shadaqah, yakni pemberian zat benda dari seseorang kepada yang lain tanpa
mengganti dan hal ini dilakukan karena ingin memperoleh ganjaran (pahala) dari
Allah Yang Maha Kuasa.
c.
Wahiat, yang dimaksud dengan washiat menurut Hasbi Ash-Siddiqi ialah :
عقد يو جب به الإنسان فى حياته تبزعا
من مال لغيره
بعد وفاته
“Suatu akad
yang dengan akad itu mengharuskan di masa hidupnya mendermakan hartanya orang
lain yang diberikan sesudah wafatnya”.
Dari
definisi tersebut dapat diketahui bahwa washiyyat adalah pemberian
seseorang kepada yang lain yang diakadkan ketika hidup dan diberikan setelah
yang mewasiatkan meninggal dunia. Sebagai catatan perlu diketahui bahwa tidak
semua washiyyat itu termasuk pemberian, untuk lebih lengkap akan dibahas
pada bab khusus.
d.
Hadiah, yang dimaksud dengan hadiah ialah pemberian dari seseorang kepada
orang lain tanpa adanya penggantian dengan maksud memuliakan.
C. Rukun Hibah
Ada beberapa pendapat tentang rukun hibah
a. Menurut ulama Hanafiyah, rukun
hibah adalah ijab dan qabul sebab keduanya termasuk akad seperti halnya jual
beli.
b. Dalam kitab Al-Mabsuth, mereka
mendambakan qadlohu (pemegang/penerimaan). Alasanya dalam hibah harus ketetapan
dalam kepemilikan.
c. Menurut jumhur ulama, rukun hibah
ada 4
1. Wahib (pemberi)
Wahib adalah pemberi hibah, yang
menghibahkan barang miliknya. Jumhur ulama berpendapat, jika orang yang sakit
memberikan hibah, kemudian ia meninggal, maka hibah yang dikeluarkan adalah
sepertiga dari harta peninggalan (tirkah).
2. Mauhub lah (penerima)
Penerima hibah adalah seluruh
manusia. Ulama sepakat bahwa seseorang dibolehkan menghibahkan seluruh hartnya.
3. Mauhub
Mauhub adalah barang yang
dihibahkan.
4. Sighat (ijab dan qobul)
Sighat hibah adalah segala
sesuatu yang dapat dikatakan ijab dan qobul, seperti dengan lafazh hibah,
athiyah (pemberian dsb)
Ijab dapat dilakukan
secara sharih, seperti seseorang berkata, ”saya hibahkan benda ini kepadamu”
atau tidak jelas yg tidak akan lepas dari syarat, waktu, atau manfaat.
v Ijab disertai waktu
(umuri)
Seperti pernyatan, ”saya memberikan rumah ini selama saya
hidup atau selama kamu hidup”. Pemberian seperti itu sah, sedangkan syarat
waktu tersebut batal. Rosulullah SAW bersabda
امسكوا عليكم
اموا لكم لاتعمروها فان من أعمرشيأ
فانه لمن أعمره (رواه
البخارى ومسلم واحمد و أصحاب السنن الأربعة )
Artinya :
“Peganglah ditanganmu harta-hartamu, janganlah
menyaratkan dengan umurmu (jika memberi), sebab yang memberi dengan
mensyaratkan umur harta tersebut adalah bagi yang diberi” (H.R Bukhori,
muslim,dan Ahmad, serta pengarang kitab sunah yang empat)
v Ijab disertai syarat
(penguasaan)
Seperti seseorang berkata, ”Rumah ini untukmu, secara raqabi
(saling menunggu kematian, jika pemberi meninggal terlebih dahulu, maka
barang miliknyalah yang diberi. Sebaliknya, jika penerima meninggal dahulu
barang kembali pada pemilik). ”ijab seperti ini hakikatnya adalah pinjaman”.
Menurut ulama Hanafiyah, pemiliknya dibolehkan
mengambilnya kapan saja dia mau sebab Rosulllah SAW. telah melarang umuri
dan membolehkan raqabi. Dengan demikian hibahnya batal, tetapi dipandang
sebagai pinjaman.
Menurut Syafi’iyah, Abu Yusuf, dan Hanabilah berpendapat
jika penerima memeganginya maka dikatakan hibah, sebab Rosulullah SAW
membolehkan umuri dan raqabi, sebagaimana dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Jabir.
Menurut Malikiyah sependapat dengan Hanafiyah bahwa hibah
umuri (selama dia masih hidup, jika sudah meninggal, diberikan kepada ahli
waris penerima) dibolehkan, sedangkan hibah raqabi dilarang.
v Ijab disertai syarat
kemanfaatan
Seperti pernyataan, ”Rumah ini untuk kamu dan tempat
tinggal saya”. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa pernyataan itu bukan hibah
tetapi pinjaman. Adapun pernyataan, ”Rumah ini untuk kamu dan kamu tinggali”
Adalah hibah.
D. Syarat - syarat
Hibah
1. Syarat bagi penghibah
a. Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah dengan demikian
tidaklah sah menghibahkan barang milik orang lain.
b. Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu
alasan.
c. Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan
tidak kurang akal).
d. Penghibah tidak dipaksa untuk memberikan hibah dengan demikian haruslah
didasarkan kepada kesukarelaan.
2. Syarat-syarat penerima
hibah
Bahwa penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada
pada waktu hibah dilakukan. Adapun yang dimaksud dengan benar-benar ada ialah
orang tersebut (penerima hibah) sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah ia anak-anak, kurang
akal, dewasa. Dalam hal ini berarti setiap orang dapat menerima hibah, walaupun
bagaimanapun kondisi fisik dan keadaan mentalnya. Dengan demikian memberi hibah
kepada bayi yang masih ada dalam kandungan adalah tidak sah.
3. Syarat-syarat benda yang
dihibahkan
a. Benda tersebut benar-benar
ada
b. Benda tersebut mempunyai nilai
c. Benda tersebut dapat dimiliki zatnya,
diterima perbedaannya dan pemilikannya dapat dialihkan
e. Dapat diperjual belikan dalam arti barang itu mempunyai nilai ekonomis,
milik dari pemberi dan dapat diserahkan pada waktu pernyataan pemberian.
4. Syarat ijab qobul
Adapun menyangkut ijab qobul yaitu adanya pernyataan,
dalam hal ini menurut penulis dapat saja dalam bentuk lisan atau tulisan.
Menurut beberapa ahli hukum islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti dengan
qobul, misalnya si penghibah berkata ”Aku hibahkan rumah ini kepadamu”, lantas
si penerima hibah menjawab ”Aku terima hibahmu”.
E. Landasan Hibah
Hibah disyariatkan dan dihukumi mandhub
(sunnat) dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an, sunah, dan ijma’.
1. Al-Qur’an
فان طبن لكم عن
شئ منه نفسا فكلوه هنيئا مريئا (النساء : 4)
Artinya :
“Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka
makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai hadiah) yang sedap lagi baik akibatnya”.
(QS. An-Nisa’ : 4)
... واتى المال على حبه ذ وى القربى واليتامى والمساكين
وابن السبيل ... (
البقره : 177 )
Artinya :
“Dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anakyatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) …” (QS. Al-Baqoroh : 177)
2. As-Sunah
عن ابى هريرة
وعبد الله بن عمرووعا ئشة ر.ع. قال رسول
الله ص.م. :
تهادوا تحابوا. ( اخرجه أصحاب الكتب المشهورة )
Artinya :
“Dari Abu Hurairah, Abdullah Ibn Umar, dan Siti Aisyah
r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda ‘Saling memberi hadiahlah kamu semua (maka)
kamu akan saling mencintai’”. (HR. Pengarang kitab-kitab yang masyhur)
عن أبى هريرة ر.ع. قال رسول الله ص.م. : لاتحقرن جارة
أن تهدي لجارتها ولوفسن شاة ( رواه الشيخان والترميذى )
Artinya :
“Dari Abu Hurairah, r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda,
’janganlah menghina seorang tetangga jika ia memberi hadiah walaupun hanya kuku
kambing”. (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi)
F. Pelaksanaan Hibah
Pelaksanaan
hibah menurut ketentuan syari’at Islam adalah sebagai berikut :
1.
Penghibah
dilaksanakan semasa hidup, demikian juga penyerahan barang yang dihibahkan.
2.
Beralihnya
hak atas barang yang dihibahkan ada saat penghibah dilakukan dan kalau si
penerima hibah dalam keadaan tidak cakap bertindak (misalnya belum dewasa atau
kurang sehat akalnya, maka penerimaan dilakukan oleh walinya.
3. Dalam melaksanakan
penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama sekali oleh pemberi hibah.
4. Penghibahan hendaknya
dilaksanakan di hadapan beberapa orang saksi (hukumnya sunnah), hal ini
dimaksudkan untuk menghindari silang sengketa dibelakang hari.
Sumber :
Ø Yunus, Mahmud , Kamus
Arab – Indonesia, ( Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1989 )
Ø Ali, Atabik, dkk, Kamus
Kontemporer Arab – Indonesia Cet.8, (Jogjakarta : Multi Karya Grafika,
1998 )
Ø Karim, Helmi, Fiqh
Muamalah Ed.1 Cet.2, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997 )
Ø Suhendi, Hendi, Fiqh
Muamalah Ed.1, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2005 )
Ø Bashori, Khabib, Muamalat,
( Yogyakarta : Pustaka Insan Madani, 2007 )
Ø Syafe’i, Rachmat, Fiqh
Muamalah Cet.3, ( Bandung : Pustaka Setia, 2006 )
Ø Pasaribu, Chairuman,
dkk, Hukum Perjanjian Dalam Islam Cet.2, ( Jakarta : Sinar
Grafika, 1996 )
Ø Syarifuddin, Amir, Garis-garis
Besar Fiqh Cet.1, ( Bogor : Kencana, 2003 )
0 Response to "HIBAH DALAM ISLAM"
Post a Comment