MELURUSKAN ORIENTASI HIDUP DENGAN WASILAH PERINGATAN HAUL

Adanya peringatan Haul mengingatkan kita bahwa suatu saat nanti akan mengalami nasib yang sama seperti yang diperingati haul-nya, yakni mati.

Tidak jarang ada yang bertanya “Kenapa ada haul? Sedangkan pada saat zaman Nabi tidak ada.” Apabila yang diharapkan seseorang itu adalah ceremoni-nya, maka haul adalah wadahnya. Pada zaman Rasulullah memang tidak ada peringatan haul, tidak ada juga sound, shooting, dan lain-lainnya, karena pada waktu Rasulullah hidup tidak barang yang seperti itu, akan tetapi kalau haul yang dicari adalah isinya, maka ada dua hikmah yang bisa kita ambil manfaatnya.

Pertama, haul mengingatkan kepada orang yang masih hidup (al-hikmah arrojiah lil ahya). Kedua, mendoakan orang yang sudah kembali kehadirat Allah SWT. Di dalam haul juga terdapat pembacaan manaqib-nya (sejarah hidup) orang yang diperingati, menuturkan manaqib-nya tidak lain merupakan perintah syari’at yang masuk dalam cakupan dalil syara’ : “yadkhulu tahta umumil adillah asy syar’iyah", kalau ada yang mencari dalil diperbolehkannya menggunakan sound, ya tidak akan ada, seharusnya yang dicari adalah tidak ada dalil yang melarangnya juga. Dan apabila haul dianggap sebagai wadah atau hanya ceremoni, wadahnya adalah addah atau tradisi.

Adapun tradisi mempunyai prinsip "if’al maa tasya’ maa lam tukholif assyarah", lakukan apapun yang kamu mau selama tidak berbenturan dengan syara'. Jadi, tradisi akan bergeser menjadi sebuah ibadah tidak tergantung pada wadahnya, akan tetapi tergantung isinya. Gus Dur berpesan kepada kita semua, “jangan sampai kita terperangkap mempertentangkan wadah”, maksudnya jangan sampai kita hanya melihat dari sisi wadahnya saja, tapi harus melihat isinya, kalau isinya mengingatkan akan kematian maka banyak dasarnya, dan kalau isinya mendoakan orang mati “ihdaus sawab lil amwat” juga banyak dasarnya.

 Kanjeng Nabi berpesan "aksiru mindikri hadzimilladzat", wahai sahabat perbanyaklah kalian mengingat sesuatu yang bisa meniadakan kenikmatan, kelezatan, kenyamanan. Sahabat bertanya “nopo niku gusti?” Kanjeng Nabi menjawab “almaut”. Banyak dalil yang mengingatkan tentang kematian, “kafa bil mauti mauidhoh”, cukuplah mati sebagai nasehat. Kemudian ada sahabat berdialog dengan Rasulullah, bertanya para Sahabat “siapa orang yang paling cerdas?” Nabi menjawab “orang yang banyak mengingat kematian”.

Tujuan haul adalah mengambil ibaroh, mauidhoh, agar kita semua mampu memahami dan menyadari bahwa kematian adalah sesuatu yang bisa datang kapanpun, dimanapun, kepada siapapun dalam waktu yang tidak pernah bisa diprediksi, maka tentu akan menjadikan kita semua lebih berhati-hati, kenapa berhati-hati ? karena orang yang sadar bahwa akhir dari kehidupan adalah kematian, tentu dia akan selalu berhitung bagaimana menjadikan hidup ini bermakna untuk kehidupan setelah kematian.

Ada sahabat bertanya pada Rasulullah, “Ya Rosul, hal yuhsyaru ma asyuhadai ahadun?” apakah ada seseorang yang akan dikumpulkan dengan para syuhada kelak di akhirat?” jawab Rasulullah, “wonten, sinten niku? orang yang ingat mati sehari semalam isyrina marrotan man yadzkurulmauta isyrina marrotan fi kulli yaumin wa lailatin, orang yang ingat mati setiap hari 20 kali, maksudnya iling konskwensinya ingat kematian disertai kelawan matenge nggolek sangu kanggo urip sak wese mati. Lalu, sangu apa yang harus dipersiapkan? orang bijak mengatakan orang cerdas adalah orang yang tahu kemana ia akan pergi dan apa yang harus dipersiapkan.

Ingatlah kematian akan memperbaiki orientasi kehidupan kita, karena orang yang selalu ingat akan kematian dialah orang yang disebut punya kesadaran trasendental, yakni kesadaran yang mengingatkan kita semua bahwa hidup bukan hanya saat ini dan disini, tapi disini dan disana saat ini dan besok.

Santri yang tahu bahwa kematian bisa datang kapanpun dan dimanapun pasti dia akan menata orientasinya di dalam belajar. Niatlah dengan baik, orang yang tahu tidak akan berniat sekolah hanya untuk mendapatkan ijazah, karena dia tahu kematian bisa datang sewaktu-waktu, jikalau ada prang yang sekolah SMK hanya mengejar prestasi, ijazah, karena dengan ijazah supaya lebih mudah masuk sana masuk sini, dia akan rugi.

Jikalau belum mendapatkan apa yang diharapkan dan Allah lebih dulu mencabut nyawanya, maka dia akan rugi dan tidak akan mendapatkan apa-apa, karena dengan niat yang salah dia tidak akan mendapatkan buah kemanfaatan dari amal yang dia lakukan. Sekarang keteteran, karena sekarang yang selalu ditonjolkan adalah persaingan apa yang akan dihadapi oleh anak-anak kita di masa yang akan datang, yaitu di era masyarakat ekonmi ASEAN (Asean Economic Comunity) dan semua anak bangsa dituntut memiliki kompetitif infinitif, daya saing yang kuat maka imbasnya jikalau tidak diperkuat spiritual dan emosional banyak orang belajar hanya mengarah pada tujuan-tujuan praktis. Jika ini sudah merambat ke dalam dunia pesantren sungguh sangat mengkhawatirkan, ini harus diimbangi dengan dasar keimanan, ketaqwaan dan kesadaran keagamaan yang kuat sehingga santri yang belajar tidak berorientasi dengan kepentingan duniawi semata, berbanding lurus dengan skill yang diajarkan, karena niat itu akan sangat menentukan terhadap kemanfaatan dan keberkahan ilmu yang akan didapat.

 Imam Ghozali mengingatkan hubungan antara otak dengan hati, dalam konteks orang mencari ilmu sama dengan hubungannya dengan antara sawah dengan lumbungnya, maksudnya misal orang memiliki sawah 100 hektar, lumbungnya juga besar, tapi begitu panen dapat padi ratusan ton, tapi didalam lumbung tikusnya juga banyak, akhirnya padi tidak akan bertahan karena setiap hari di grogoti tikus, sehingga padi pun habis, otak dengan hati seperti itu, otak ini ibarat sawah dan hati sebagai lumbung, otaknya cerdas, gurunya pintar, sistemnya bagus, gurunya profesional, input-nya bagus, input baik output pasti juga baik, tapi lihat dulu out coming-nya, maka lumbung ini penting. Apabila di dalam hati ada penyakitnya, karena niat belajar kurang baik pasti akan berpengaruh terhadap tabungan ilmu yang sudah disetorkan oleh otak ke hati, Imam Ghozali membagi seperti ini, proses ilmu bagaimana bisa menjadi akhlaq dan di situ sudah menjadi tanda kalau ilmunya barokah dan manfaat.

Ada beberapa tahap dalam proses ini, pertama ilmu diserap oleh otak melalui telinga yang mendengar, mata yang melihat, ketika ilmu sudah berada di otak, ranahnya masih kognitif, itu bisa dikatakan orang pintar, tapi apakah otak ini bisa langsung melahirkan perilaku? Tidak, dari otak ilmu harus ditransformasikan dulu masuk ke dalam hati, sebab yang mendorong perilaku manusia bukan otak, tapi hati.

Makanya banyak orang pintar tapi tidak benar, seperti status-status di facebook.

Santri ... ayo niate di toto seng sae, belajar yang baik, yakin kalau sudah mendapat ilmu yang barokah dan manfaat pasti Allah akan kasih jalan yang baik dalam kehidupannya, kemudahan dalam segala urusannya, amin. Plumbon, 10 Sya’ban 1437 H

Acara ziarah kubur dalam peringatan haul al maghfurlahu KH. Sya'ir Assalamah Limpung Batang

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MELURUSKAN ORIENTASI HIDUP DENGAN WASILAH PERINGATAN HAUL"

KONSEP DAKWAH ISLAM KIAI SALEH DARAT

A.  Biografi Kiai Saleh Darat             Kiai Saleh Darat lahir di Desa Kedung Cumpleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, t...